Perdagangan untuk Pemulihan Ekonomi: Kebijakan Impor untuk Mendukung Sektor Makanan dan Minuman Indonesia
Penulis
Felippa Amanta
Krisna Gupta
Industri makanan dan minuman merupakan salah satu sektor manufaktur prioritas yang dapat menyokong pemulihan dan transformasi struktural ekonomi Indonesia pasca pandemi COVID-19. Pada tahun 2021, sektor ini menyumbang 6% terhadap Produk Domestik Bruto dan 20% terhadap total ekspor Indonesia senilai USD 45,4 miliar. Sektor ini didominasi oleh usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah, dan mempekerjakan secara keseluruhan 4,6 juta jiwa, menjadi sumber penghidupan bagi banyak masyarakat.
Kendati demikian, industri makanan dan minuman mengalami pertumbuhan yang stagnan dalam dua dasawarsa terakhir, terutama karena lemahnya partisipasi dalam rantai nilai global.
Studi ini menyajikan dua poin utama terkait industri makanan dan minuman Indonesia. Pertama, meski pemerintah kerap membanggakan produk-produk hilir untuk menunjukkan daya saing Indonesia dalam industri makanan, industri ini didominasi oleh produk-produk minyak kelapa sawit dan turunannya. Sejatinya, Indonesia adalah net importir produk-produk makanan jika barang-barang minyak kelapa sawit dan turunannya tidak dimasukkan ke dalam angka statistik perdagangan. Kebergantungan yang tinggi terhadap industri minyak kelapa sawit membuat dinamika rantai nilai global Indonesia lebih condong terhadap partisipasi ke depan (ekspor bahan baku) dengan partisipasi ke belakang (impor bahan baku untuk diolah lebih lanjut di dalam negeri) yang terbatas. Produk-produk minyak kelapa sawit sifatnya lebih sederhana dibandingkan produk-produk akhir di industri makanan dan minuman, dan sebagian besar bergantung pada keunggulan iklim Indonesia. Melihat karakteristiknya yang beragam, penting untuk membedakan industri minyak kelapa sawit dari industri manufaktur makanan dan minuman olahan lainnya apabila Indonesia ingin merancang kebijakan yang meningkatkan kompleksitas produksi dan nilai tambah domestik dalam industri makanan dan minuman.