Oleh Felippa Amanta & Ira Aprilianti
Unduh versi PDF di sini.
Pesan Utama:
Covid-19 mengganggu sistem pangan Indonesia. Lapangan kerja di sektor pertanian diprediksi berkurang sebesar 4,87% dan pasokan pertanian domestik berkurang sebesar 6,20%. Impor sektor pertanian diprediksi akan menurun sebesar 17,11%, sementara harga impor pertanian diprediksi akan meningkat sebesar 1,20% pada 2020 dan sebesar 2,42% pada tahun 2022. Dengan berkurangnya pasokan domestik dan impor, kelangkaan pangan dan inflasi harga pangan dimungkinkan akan terjadi.
Peraturan Kementerian Perdagangan mengharuskan importir untuk menyebutkan negara asal ketika mengajukan izin. Maka dari itu, importir tidak bisa secara bebas mencari pemasok baru ketika negara pengekspor menutup perdagangannya saat Covid-19. Kondisi tersebut menambah risiko ketahanan pangan, menyebabkan kelangkaan, dan meningkatkan harga pangan di Indonesia.
Pemerintah Indonesia sebaiknya mempertimbangkan untuk menghapus hambatan dagang pangan dan komoditas pertanian dengan mengeliminasi tarif dan melonggarkan persyaratan Surat Persetujuan Impor (SPI) untuk impor komoditas pangan utama seperti daging sapi dan gula. Jika tarif dihapus, harga impor komoditas pertanian diprediksi tetap akan meningkat, tetapi hanya sebesar 0,65%.
Diplomasi ekonomi Indonesia sebaiknya fokus untuk memastikan keberlanjutan pasokan pangan dari negara-negara pengekspor.
Kementerian Pertanian harus melindungi pelaku rantai pasokan dengan upaya-upaya kesehatan tambahan untuk memastikan lancarnya pasokan barang.
Penyebaran wabah Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran akan ketahanan pangan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, karena adanya gangguan produksi dan rantai pasokan. Pasar serealia global tahun 2019/2020 diprediksi akan tetap memiliki pasokan yang cukup (FAO, 2020). Selaras dengan hal itu, Kementerian Pertanian Indonesia (2020) mengklaim bahwa pasokan beras akan cukup hingga Agustus, dengan prediksi panen sebesar 12,4 juta ton sepanjang Maret hingga Mei. Akan tetapi, Indonesia mengalami kelangkaan komoditas pangan lainnya seperti bawang putih, daging sapi, dan gula, yang merupakan komoditas penting selama bulan Ramadan.
Indonesia tetap bergantung pada impor pangan. Pada 2018, 95% pasokan bawang putih Indonesia, 24% pasokan daging sapi, dan 55% pasokan gula datang dari luar negeri, dan Kementerian Perdagangan telah memulai impor di tahun 2020 (Asogiyan, 2018; Respatiadi & Nabila, 2017; McDonald & Meylinah, 2019; Kementerian Pertanian, 2020). Pada tahun 2018, Indonesia merupakan net importir terhadap produk pangan senilai USD 576,18 juta (WITS, n.d.).
Di tengah penyebaran virus Covid-19, rantai pasokan mengalami gangguan yang sangat signifikan karena adanya pengurangan kapasitas untuk memproses, penutupan jalan dan pelabuhan, dan pembatasan transportasi, yang memperlambat produksi pertanian dan distribusi pangan dari produsen ke konsumen.
Gangguan ini telah menyebabkan kenaikan harga pangan di Indonesia. Harga rata-rata beras di wilayah Indonesia selama minggu pertama bulan April adalah Rp11.900,- per kilogram, ada kenaikan sebesar 1,28% dari harga pada bulan Desember 2019. Di provinsi-provinsi yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti DKI Jakarta, harga beras bahkan lebih tinggi, hingga Rp13.500,- per kilogram di pasar-pasar tradisional, karena masyarakat menimbun bahan makanan. Kenaikan harga untuk komoditas pangan yang perlu diimpor bahkan lebih signifikan. Dari Desember hingga pertengahan April 2020, harga gula meningkat hingga 32,97% menjadi Rp18.350,- per kilogram, bawang putih meningkat sebanyak 35,64% menjadi Rp43.200,- per kilogram, sementara harga daging sapi tetap tinggi di angka Rp117.750,- per kilogram[1] [2].
Dalam kondisi normal, masyarakat Indonesia rata-rata mengeluarkan 51% dari pendapatan bulanannya untuk makanan, sementara masyarakat prasejahtera atau yang berada di bawah garis kemiskinan mengeluarkan sekitar 62,76% (Ilman, 2020). Yusuf dan Sumner (2015) memperkirakan bahwa 1% kenaikan harga beras menaikkan jumlah penduduk miskin nasional lebih dari 1%, dengan mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Mengingat hilangnya pendapatan karena meningkatnya angka pengangguran, kenaikan harga pangan secara umum akan memberikan tekanan yang lebih lagi kepada masyarakat prasejahtera. Hal tersebut pada akhirnya akan berujung pada kelaparan dan malnutrisi.
The Global Hunger Index (2019) menempatkan Indonesia pada tingkat kelaparan yang “serius”, dengan perkiraan 8,3% dari populasi tidak mendapat nutrisi yang cukup dan 32,7% anak-anak di bawah usia 5 tahun mengalami tengkes (stunting). Di tengah Covid-19 pada tahun 2020, konsumsi rumah tangga Indonesia untuk komoditas pertanian diprediksi akan menurun sebesar 8,29% dari angka seharusnya jika tidak ada virus Covid-19 (McKibbin & Fernando, 2020)[3]. Ketidakmampuan untuk mengonsumsi makanan sehat dan bernutrisi yang cukup dapat menekan sistem imunitas dan meningkatkan risiko kesehatan, terutama untuk masyarakat prasejahtera dan rentan. Memastikan pasokan makanan yang terjangkau sangat penting selama pandemi Covid-19 dan selama periode pemulihan setelahnya.
Laporan ini mengangkat tiga kemungkinan skenario perdagangan dan konsekuensinya terhadap harga pangan Indonesia. Pertama adalah skenario business-as-usual (BAU) yang mengasumsikan tidak adanya perubahan hambatan tarif dan non-tarif oleh Indonesia dan mitra perdagangannya. Dalam skenario kedua, mitra perdagangan pangan Indonesia, seperti India, memberlakukan hambatan ekspor, sementara kebijakan perdagangan Indonesia tetap sama. Pada skenario ketiga, Indonesia melonggarkan hambatan perdagangannya dengan menghapuskan hambatan tarif dan non-tarif.
Pasokan Pangan dalam Skenario Business-AsUsual
Indonesia memberlakukan baik hambatan tarif maupun non-tarif untuk impor pangan. Hambatan tarif menambahkan tarif impor rata-rata untuk produk pangan sebesar 6,39% pada tahun 2018. Sementara untuk hambatan non-tarif, termasuk di dalamnya pembatasan kuota, penetapan sanitari-fitosanitari (misalnya karantina, inspeksi kualitas), dan hambatan teknis perdagangan lainnya (misalnya pengemasan, pelabelan). Hambatan-hambatan perdagangan ini menambahkan ekstra 41% di atas kegiatan-kegiatan penambah nilai di seluruh rangkaian rantai pasokan (Marks, 2017).
Sektor swasta harus mendapatkan kuota dan izin dalam bentuk Surat Persetujuan Impor (SPI) melalui sistem perizinan impor non-otomatis yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan setelah mendapatkan surat rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Jumlah kuota diatur melalui rapat koordinasi antara lima kementerian dan badan pemerintah yang berbeda dan juga berdasarkan data dan stok produksi yang sering dianggap tidak akurat (Ruslan, 2019). Proses ini juga memakan waktu dan berakibat kelangkaan serta kenaikan harga seperti yang dilaporkan oleh berbagai media (Yasmin, 2019; Rosana, 2020).
Pada 2020, Covid-19 diprediksi akan menyebabkan penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 4,87% karena kematian, kerentanan terpapar virus, pembatasan pergerakan atau mobilitas (misalnya, akibat PSBB), dan merawat anggota keluarga yang terpapar virus (McKibbin & Fernando, 2020). Kondisi tersebut menjadi kendala pada produksi sektor pertanian domestik yang diprediksi akan menurun sebesar 6,20% (McKibbin & Fernando, 2020) (lihat Gambar 1). Penurunan tajam pasokan domestik di Indonesia lebih besar daripada negara-negara lain, seperti India (6,03%), Meksiko (5,81%), dan Arab Saudi (3,10%).
Dengan tidak adanya penghapusan hambatan perdagangan, impor pertanian Indonesia diestimasi akan menukik turun sebesar 17,11% dari angka dasar (jika tidak ada Covid-19), sementara ekspor pertanian bisa jatuh hingga 42,45% (McKibbin & Fernando, 2020). Perkiraan tersebut juga menunjukkan bahwa harga impor akan meningkat sebesar 1,20% dan mencapai puncak dengan kenaikan sebesar 2,42% pada tahun 2022. Di bawah skenario BAU, Indonesia tidak akan bisa memitigasi dampak negatif Covid-19 di tahun 2020 ini. Penurunan, baik pada pasokan domestik dan impor, dapat berakibat pada kemungkinan kelangkaan pasokan pangan.
Pasokan Pangan Menghadapi Kenaikan Hambatan Ekspor Internasional
Skenario kedua mengasumsikan bahwa negara-negara lain akan membatasi ekspor sementara kebijakan perdagangan Indonesia tetap sama. Skenario ini merupakan refleksi tren belakangan ini, seperti India yang menutup pelabuhan-pelabuhannya akibat lockdown. Sebelum lockdown, Indonesia telah menegosiasikan perjanjian informal untuk mengimpor 200.000 ton daging kerbau dari India dan juga untuk menaikkan jumlah impor gula, sebagai balasan untuk ekspor minyak sawit Indonesia (Das & Ahmed, 2020). Berdasarkan perjanjian tersebut, Bulog berencana untuk mengimpor 5.000 ton daging kerbau India sebelum Ramadan, akan tetapi sekarang terkendala oleh kebijakan lockdown India, sesuai dengan wawancara media dengan Direktur Bulog (Yuniartha, 2020).
Di bawah skenario ini, Indonesia akan menghadapi kesulitan untuk mencari sumber komoditas kunci dari mitramitra dagangnya karena aksi unilateral mereka, tetapi juga tidak dapat segera mengubah ke alternatif lain yang tersedia karena proses perizinan yang tidak fleksibel.
Secara umum, fleksibilitas untuk bertukar ke mitra dagang yang lain tidak memungkinkan karena kebijakan impor Indonesia yang mengharuskan adanya rekomendasi dari Kementerian Pertanian, SPI dari Kementerian Perdagangan, dan sistem kuota. SPI harus mencantumkan detail tentang negara asal (Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 117 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Gula dan Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan), artinya mengubah negara membutuhkan pengajuan permohonan perubahan persetujuan impor.
Ketika mengimpor gula dan daging kerbau dari India tidak lagi mungkin, fleksibilitas akan memudahkan Indonesia untuk segera berganti ke sumber lainnya yang masih tersedia, seperti Thailand dan Korea Selatan untuk gula, dan Australia, Selandia Baru, atau Spanyol untuk daging sapi. Hal tersebut juga bisa dengan cepat memperluas akses ke mitra dagang baru, seperti gula dari Brasil. Ketika pengekspor menutup negara mereka, rezim perizinan impor Indonesia akan menyebabkan kelangkaan di pasar domestik Indonesia karena importir tidak bisa dengan fleksibel berganti negara pengekspor atau mengambil keuntungan dari fluktuasi harga dunia untuk membeli harga lebih rendah.
Dampak Pengurangan Hambatan Impor terhadap Pasokan Pangan
Indonesia dapat mempertimbangkan untuk menghapus sebagian dari hambatan perdagangannya di sektor pangan dan pertanian, seperti tarif, larangan kuantitatif, dan sistem perizinan impor non-otomatis untuk komoditas-komoditas pangan utama. Jika tarif dihapus, harga impor komoditas pertanian tetap akan meningkat, tetapi hanya sebesar 0,65% jika dibandingkan dengan 1,20% di bawah skenario BAU (McKibbin & Fernando (2020). Green et al. (2013)[4] memperkirakan bahwa kenaikan harga pangan sebesar 1% mengurangi konsumsi sebesar 0,68% di negara dengan pendapatan menengah seperti Indonesia. Dengan demikian, eliminasi tarif bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 0,38% lebih tinggi dibandingkan konsumsi dalam skenario BAU.
Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 telah menghapus persyaratan SPI untuk bawang putih dan bawang bombay pada Maret 2020 untuk mengurangi kelangkaan. Harga bawang putih turun signifikan dari Rp55.200,- per kilogram di bulan Februari menjadi Rp40.650,- per kilogram pada 23 April 2020, berkurang sebesar 26,36% dalam 10 minggu[5]. Kondisi tersebut menyiratkan bahwa penghapusan SPI dan kuota dapat membantu Indonesia mempercepat proses impornya juga untuk komoditas lainnya, seperti daging sapi dan gula.
Rekomendasi Kebijakan
Kemampuan untuk mengamankan pangan lebih cepat pada harga yang terjangkau sangat penting saat keadaan darurat seperti krisis Covid-19 ini. Berikut ini adalah beberapa tindakan yang direkomendasikan:
Indonesia harus mempertimbangkan untuk mengeliminasi tarif impor pangan untuk memaksimalkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Strategi ini telah dilakukan oleh beberapa negara, seperti Cina, El Salvador, Kosta Rika, Mauritania, dan Maroko (International Trade Center, 2020).
Kementerian Perdagangan sebaiknya menghapus SPI dan persyaratan kuota untuk komoditas pokok seperti daging sapi dan gula. Importir mana pun dengan Angka Pengenal Importir (API) seharusnya diizinkan untuk bertindak secepatnya. Sistem perizinan otomatis sudah diaplikasikan di Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat (ASEAN Briefing, 2020a; ASEAN Briefing 2020b). Hal tersebut dapat mempercepat proses impor dan mengizinkan importir untuk mendapatkan komoditas pangan segera dalam rangka antisipasi kenaikan harga dunia. Meskipun demikian, prosedur karantina dan prosedur sanitari lainnya tetap harus dijalankan untuk memastikan kualitas pangan.
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri perlu menggunakan segala perangkat diplomasi ekonomi yang cocok untuk memastikan negara-negara pengekspor tetap membuka perdagangan mereka. Pada deklarasi baru-baru ini, Indonesia bersama dengan 12 negara lainnya termasuk Singapura, Kanada, dan Korea Selatan telah setuju untuk tetap membuka rantai pasokan (Septiari, 2020). Termasuk di dalamnya untuk pangan dan produk pertanian. Ahli FAO dan para ahli lainnya telah sejak lama menyimpulkan bahwa Krisis Harga Pangan Dunia tahun 2007/2008 adalah perbuatan manusia dan bukan hasil dari faktor-faktor alami. Tanpa adanya serangkaian keputusan kebijakan yang tidak tepat oleh beberapa negara, harga dunia tidak akan mencapai angka tinggi seperti yang dialami kala itu (Sharma, 2011).
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertanian, perlu memberikan dukungan ekstra untuk menjaga rantai pasokan pertanian tetap berjalan dengan menyediakan upaya proteksi kesehatan di pelabuhan, kantor bea dan cukai, karantina, fasilitas pemrosesan, dan fasilitas penyimpanan dengan pendingin. Fasilitas- fasilitas tersebut harus dilengkapi dengan upaya perlindungan yang memadai seperti masker dan fasilitas cuci tangan atau hand sanitizers untuk melindungi para pekerja. Hal tersebut akan memastikan aliran pangan dan pertanian akan terus berjalan sebaik mungkin tanpa membahayakan para pekerja yang mendukung rantai pasokan penting ini.
Catatan
Harga-harga diambil dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) milik Bank Indonesia di tautan berikut: https://hargapangan.id/
70% lebih tinggi daripada harga daging sapi yang dicatat oleh Bank Dunia
Estimasi dampak dibuat berdasarkan estimasi Model G-cubed Skenario 6 oleh McKibbin & Fernando (2020).
Estimasi menggunakan analisis meta-regression
Harga-harga diambil dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) milik Bank Indonesia di tautan berikut: https://hargapangan.id/
Referensi
Alavi, H.R., Htenas, A., Kopicki, R., Shepherd, A.W., & Clarete, R. (2012). Trusting Trade and the Private Sector for Food Security in Southeast Asia. Washington, DC: The World Bank.
ASEAN Briefing (2020a). The Guide to Singapore’s Import and Export Procedures. Retrieved from https://www.aseanbriefing. com/news/the-guide-to-import-and-export-procedures-in-singapore/
ASEAN Briefing (2020b). Import and Export Procedures in Malaysia – Best Practices. Retrieved from https://www.aseanbriefing. com/news/import-and-export-procedures-in-malaysia-best-practices/
Asogiyan, P. K. (2018). Analisis produksi dan konsumsi bawang putih nasional dalam mencapai swasembada bawang putih. Bogor.
Bran, M. (21 April 2020). Live export cattle prices crash, with steers to Indonesia fetching $2.60/kg as COVID_19 crisis bites.
Das, K.N. & Ahmed, A. (24 January 2020). Exclusive: Indonesia to increase imports from India amid New Delhi-Malaysia spat – sources. Reuters. https://www.reuters.com/article/us-india-malaysia-indonesia-exclusive/exclusive-indonesia-to-increase-imports-from-india-amid-new-delhi-malaysia-spat-sources-idUSKBN1ZN18D
Food and Agriculture Organization (2020). FAO Cereal Supply and Demand Brief. Retrieved from: http://www.fao.org/ worldfoodsituation/csdb/en/
Global Hunger Index (2019). 2019 Global Hunger Index. Retrieved from https://www.globalhungerindex.org/results.html
Green, R., Cornelsen, L., Dangour, A.D., Turner, R., Shankar, B., Mazzocchi, M., Smith, RD. (2013). The effect of rising food prices on food consumption: systematic review with meta-regression. BMJ Publishing Group (346). Retrieved from: https://www. ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3685509/
Ilman, A. S. (2020). Effects of High Food Prices on Non-Cash Food Subsidies (BPNT) in Indonesia Case Study in East Nusa Tenggara. Jakarta: Center for Indonesian Policy Studies. Retrieved from https://www.cips-indonesia.org/bpnt-case-study-in-ntt
International Trade Center (2020). Covid-19 Temporary Trade Measures. Retrieved from https://www.macmap.org/en/covid19
Marks, S. V. (2017). Non-tariff trade regulations in Indonesia: Nominal and effective rates of protection. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 53(3), 333–357. https://doi.org/10.1080/00074918.2017.1298721
McDonald, G., & Meylinah, S. (2019). Indonesia Sugar Annual Report 2019. In Global Agricultural Information Network. USDA Foreign Agricultural Service.
McKibbin, W. & Fernando, R. (2020). The Global Macroeconomic Impacts of Covid-19: Seven Scenarios. Centre for Applied Macroeconomic Analysis, the Australian National University.
Ministry of Agriculture (2020). National Estimate of Staple Food Stock and Demand, March to May 2020.
Respatiadi, H., & Nabila, J., (2017). Beefing Up the Stock: Policy Reform to Lower Beef Prices in Indonesia. Jakarta: Center for Indonesian Policy Studies. Retrieved from https://repository.cips-indonesia.org/media/271870-beefing-up-the-stock-policy-reform-to-lo-a6b05de2.pdf
Rosana, F.C. (8 April 2020). KPPU: Kenaikan Harga Gula Pasir karena Izin Impor Telat Terbit (KPPU: white sugar price increased due to import license delays). Tempo.
Ruslan, K. (2019). Improving Indonesia’s Food Statistics through the Area Sampling Frame Method. Jakarta: Center for Indonesian Policy Studies. Retrieved from https://www.cips-indonesia.org/area-sampling-frame-method
Septiari, D. (19 April 2020). Indonesia, 12 cross-region countries agree to keep supply chains open. The Jakarta Post. https:// www.thejakartapost.com/news/2020/04/19/indonesia-12-cross-region-countries-agree-to-keep-supply-chains-open.html
Sharma, R. (2011). Food Export Restrictions: Review of the 2007-2010 Experience and Considerations For Disciplining Restrictive Measures, FAO Commodity And Trade Policy Research Working Paper No. 32
WITS, see World Integrated Trade Solution
World Integrated Trade Solution. (n.d.). Indonesia’s Trade Flow on Food Products 2018. Retrieved from: https://wits.worldbank.org/ CountryProfile/en/Country/IDN/Year/2018/TradeFlow/EXPIMP/Partner/ all/Product/16-24_FoodProd#
Yasmin, P.A. (8 May 2019). Izin Impor Telat Bikin Harga Bawang Putih Melejit hingga Rp 100.000 (Import License Delays Causes Garlic Price to Spike to Rp 100,000). DetikFinance.
Yuniartha, L. (20 April 2020). India lockdown, impor daging kerbau ke Indonesia terhambat (India lockdown, bovine meat import to Indonesia obstructed). Kontan.
https://industri.kontan.co.id/news/india-lockdown-impor-daging-kerbau-ke-indonesia-terhambat?page=all
Yusuf, A. A., & Sumner, A. (2015). Growth, Poverty and Inequality under Jokowi. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 51(3), 323–348. https:// doi.org/10.1080/00074918.2015.1110685
Comments