Sebuah peraturan menteri yang membatasi impor barang untuk melindungi industri dalam negeri ternyata mengalami perubahan beberapa kali dalam empat bulan menyusul protes dan kritik publik
Tindakan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang dalam rentang waktu empat bulan saja tiga kali merubah aturan yang dibuatnya sendiri, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, menimbulkan pertanyaan bagaimana pemerintah mempersiapkan kebijakannya.
Perubahan ketiga dan yang terakhir, dilakukan dengan menerbitkan Permendag Nomor 8 tahun 2024 menyusul derasnya protes dan kritik pelaku industri maupun publik beberapa bulan terakhir.
Menteri mengatakan Permendag 36/2023 tadinya diterbitkan untuk menggeser pengawasaan impor dari post-border ke border, relaksasi impor barang kiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan mengatur fasilitas impor bahan baku bagi industri importir-produsen terdaftar serta mitra utama kepabeanan.
Sementara itu Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, penerbitan Permendag 8/2024 merupakan upaya memastikan kegiatan perekonomian berjalan lancar dan agar peraturan ini jangan sampai tidak sinkron dengan keadaan di lapangan.
Kronologi Perubahan Aturan Impor
Pada 11 desember 2023, Menteri perdagangan mengesahkan Permendag 36/2023 yang merevisi Permendag 25/2022 dan memperketat kebijakan impor bahan baku industri dengan tiga ketentuan utama.
Pertama, jumlah Harmonized System (HS) yang masuk ke dalam larangan terbatas semakin bertambah dibandingkan sebelumnya.
Kedua, menggeser pengawasan impor dari post-border ke border, yang berarti pengawasan dan pemeriksaan dokumen kelengkapan impor dilakukan sebelum barang impor masuk ke dalam daerah pabean.
Ketiga, dokumen bagi barang dalam daftar larangan terbatas yang sebelumnya hanya berupa laporan survey (LS) kini harus juga disertai Persetujuan Impor (PI).
Industri yang terdampak, antara lain industri elektronik, obat tradisional, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, barang tekstil, mainan, alas kaki, tas, hydrofluorocarbon (HFC), produk kimia, plastik, serta besi dan baja.
Walaupun impor barang industri diperketat, impor barang pekerja migran indonesia (PMI) Permendag 36/2023 justru direlaksasi dengan alasan PMI adalah pahlawan devisa negara sehingga barang kirimannya perlu dipermudah.
Di sisi lainnya, Permendag ini malah memperketat barang bawaan penumpang dengan membatasi jumlah dan jenis barang bawaan penumpang yang dibebaskan dari bea masuk.
Perubahan Pertama (Permendag 3/2024)
Ketentuan dalam Permendag 36/2023 ini mendapat protes dari pelaku Industri yang mengeluhkan sulit dan mahalnya mendapatkan bahan baku, sehingga pada 5 Maret 2024, peraturan ini akhirnya diubah dengan Permendag 3/2024.
Impor barang PMI kembali diperketat, antara lain hanya mengecualikan bebas bea masuk bagi dua pasang alas kaki per orang. Bahkan pampers dan pembalut yang bebas bea pun juga dibatasi, yakni hanya 5 buah atau lembar per orang.
Disamping itu, ketentuan tentang impor bahan baku Industri masih tetap restriktif seperti semula. Sama seperti pendahulunya, Permendag 3/2024 tetap mendapat penolakan dari publik dan pelaku Industri sehingga pada akhirnya kembali direvisi
Perubahan kedua (Permendag 7/2024)
Pada tanggal 29 April 2024, kementerian perdagangan mengeluarkan Permendag 7/2024 yang merevisi Permendag 3/2024. Permendag ini menghapus batasan pada impor barang kiriman PMI maupun barang bawaan pribadi penumpang.
Peraturan ini meniadakan batasan jenis barang, jumlah barang, dan kondisi barang (baru atau tidak baru) yang dapat diimpor pekerja maupun penumpang tanpa bea masuk namun tetap memberlakukan pembebasan bea masuk paling banyak USD 1,500 per tahun untuk PMI yang resmi terdaftar.
Peniadaan ini diberlakukan surut sejak 11 Desember 2023 untuk menyelesaikan permasalahan tertahannya barang impor kiriman PMI yang telah masuk ke pelabuhan Tanjung Mas, Tanjung Perak, maupun pelabuhan lainnya sejak tanggal tersebut.
Penghapusan batasan jenis dan jumlah barang yang sama juga diberlakukan bagi barang bawaan penumpang angkutan udara maupun laut yang tiba dari luar negeri.
Walaupun demikian, Permendag 7/2024 ini masih tetap restriktif pada impor bahan baku industri.
Perubahan Ketiga (Permendag 8/2024)
Pada 17 April 2024, pemerintah resmi mengesahkan Permendag 8/2024 sebagai revisi atas Permendag 7/2024. Dalam revisi terbaru ini, pemerintah memutuskan melonggarkan aturan impor yang sebelumnya diperketat.
Terdapat tujuh kelompok barang yang mendapatkan relaksasi, yaitu elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup. Sebelumnya, ketujuh kelompok barang ini mengalami pengetatan impor.
Untuk komoditas seperti obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik, dan perbekalan rumah tangga, aturan kembali ke ketentuan sebelumnya, yakni Permendag 25/2022.
Untuk empat komoditas tersebut, yang awalnya diperketat dengan penambahan PI dalam Permendag 36, kini hanya memerlukan LS tanpa PI.
Sementara itu, untuk komoditas seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi, dan aksesoris, yang sebelumnya diperketat dengan persyaratan Persetujuan Teknis (Pertek), aturan juga dikembalikan ke Permendag 25/2022 hingga komoditas-komoditas tersebut tidak lagi memerlukan Pertek.
Pelajaran dari Perubahan Kebijakan
Penerbitan beberapa Permendag dalam tenggang waktu yang cukup pendek, kurang lebih 4 bulan, menimbulkan tanda tanya mengenai bagaimana kebijakan itu diambil hingga menuai begitu banyak protes dan kritik, bahkan dari beberapa industri besar.
Rentetan perubahan ini menunjukkan pentingnya konsultasi dan pelibatan pemangku kepentingan dalam proses pembuatan kebijakan. Konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait tidak hanya memperoleh perspektif dari pihak-pihak lain tetapi juga menjamin kebijakan yang dihasilkan lebih dapat diterapkan dan ditaati oleh semua pihak.
Konsultasi dan pelibatan pemangku kepentingan memainkan peran penting dalam proses pembuatan kebijakan dengan manfaat nyata di luar sekadar memenuhi persyaratan.
Mereka membawa ragam pengalaman dan pengetahuan yang dapat membantu pembuat kebijakan mengidentifikasi isu-isu potensial, akibat yang tidak terduga, dan di mana kebijakan membutuhkan penyesuaian.
Jika seseorang merasa memiliki peran dalam pembuatan kebijakan, mereka lebih mungkin mendukung kebijakan tersebut dan melihatnya sebagai kebijakan yang sah.
Ketika mengumumkan keputusan pemerintah untuk mengevaluasi aturan impor barang, Menteri Perdagangan juga mengatakan keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari masukan pelaku usaha, asosiasi, maupun pemangku kepentingan lainnya yang selama ini menemui kendala dalam melakukan impor barang.
Selain mengidentifikasi pemangku kepentingan yang relevan, perlu memetakan kepentingan dan pengaruh mereka serta dampak potensialnya terhadap kebijakan.
Para pemangku kepentingan sebaiknya dilibatkan dalam proses pengembangan kebijakan dari awal dengan meminta masukan mengenai tujuan dan solusi potensialnya.
Perlu juga mengkomunikasikan secara terbuka mengenai maksud dan manfaat kebijakan yang diinginkan serta tantangan potensialnya.
Fleksibilitas dalam Kebijakan
Dengan rentetan dua perubahan ini, kita juga dapat belajar tentang pentingnya fleksibilitas dalam mengatur kebijakan impor agar dapat menyesuaikan dengan perubahan kondisi dan kebutuhan di lapangan.
Evaluasi berkala terhadap pengaturan impor juga penting untuk memastikan efektivitas dan efisiensi dalam perdagangan internasional.
Menciptakan kebijakan yang dapat diterima dan dipatuhi oleh semua pemangku kepentingan membutuhkan perencanaan, pelibatan, serta kolaborasi yang dipikirkan secara serius.
Memperoleh konsensus penuh dari semua pemangku kepentingan memang tantangan berat dan rumit, namun manfaat dari capaiannya – kebijakan yang lebih komprehensif dan efektif – akan jauh lebih besar.
Comentarios