Sebagai konsep pendidikan yang memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih, mengatur dan mengevaluasi pemahaman mereka terhadap materi pelajaran, Merdeka Belajar menghadapi berbagai tantangan berat dalam penerapannya yang efektif. Tantangan terbesar dari Merdeka Belajar sepertinya adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sesuai minat dan bakat mereka sendiri tanpa melupakan tujuan kurikulum yang telah ditetapkan.
Kebebasan juga belum tentu dapat dimanfaatkan oleh semua orang dengan baik. Apalagi setelah bertahun tahun belajar dalam lingkungan yang kurang menghargai inisiatif siswa dan lebih menyerupai pendidikan satu arah – dari guru ke murid.
Siswa perlu siap, memiliki keterampilan dan kemampuan memadai untuk memainkan peran
aktif dalam proses pembelajaran yang mandiri. Anak didik perlu mengembangkan pola perilaku yang lebih aktif dalam berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Untuk ini, diperlukan lingkungan pendidikan yang dapat mengembangkan pola pikir yang kritis, dengan mendorong siswa bertanya, berdiskusi, dan berkolaborasi dengan teman sekelas serta guru.
Termasuk dalam hal ini, peran kepala sekolah sebagai actor utama untuk selalu meninjau kembali relevansi kurikulum, kriteria lulusan atau caplaian Pendidikan siswanya serta juga kemampuan dan kemauan siswa untuk berbicara mengenai kelemahan maupun permasalahan yang mereka hadapi.
Anak didik juga harus belajar mampu memanfaatkan sumber daya yang ada, termasuk teknologi, buku teks, internet dan perpustakaan untuk melengkapi informasi di luar materi
yang diajarkan di kelas.
Kunci dalam belajar mandiri bagi para siswa adalah mengembangkan kemampuan berpikir
Diperlukan peningkatan kualitas pendidikan karakter dan keterampilan soft skill bagi para siswa sehingga mereka dapat memanfaatkan kebebasan belajar ini secara bertanggung jawab.
Di sini sepertinya memang ada peran guru yang tidak tergantikan. Guru mutlak diperlukan
untuk mendukung serta membimbing siswa dalam menjalani proses pembelajaran mandiri
tanpa kehilangan fokus pada pencapaian kompetensi yang diinginkan.
Bukan sesuatu yang mudah, karena hal ini memerlukan kualitas guru yang memadai, guru yang mampu mendukung siswa dalam memperoleh pengetahuan secara mandiri serta bisa memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran yang mandiri. Keadaan ini lebih parah lagi di daerah-daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).
Banyak guru yang terbiasa dengan model pembelajaran yang berpusat pada guru. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru dan dosennya serta mengerjakan tugas terstruktur tanpa banyak diskusi terbuka. Pengalaman ini mempengaruhi cara pengajar mengajar anak
didik mereka.
Hampir semua guru belum memiliki pengalaman pribadi dengan kemerdekaan belajar sehingga kekurangan pengalaman kadang mempengaruhi cara mengajar mereka dan kemampuan mereka dalam menerima cara mengajar yang berbeda.
Di sini diperlukan reformasi Pendidikan Profesi Guru agar mendorong metode pembelajaran
yang fokusnya pada siswa.
Kurangnya rujukan, terutama terkait bimbingan pelaksanaan kurikulum yang rata-rata dalam format digital, juga merupakan faktor mengapa beberapa guru mungkin kesulitan mengadopsi metode pembelajaran yang lebih memerdekakan siswa.
Memang memerdekakan siswa dalam proses belajar memerlukan pendekatan yang lebih
kreatif dan beragam untuk lebih memicu minat belajar anak didik.
Untuk memperluas adopsi Merdeka Belajar di Indonesia, terdapat beberapa langkah yangmungkin dapat dipertimbangkan. Pada urutan teratas adalah perlunya memberikan pelatihan khusus kepada guru tentang metode pembelajaran yang memerdekakan siswa.
Mereka perlu memahami konsep sebelum mengajar siswa, sehingga mereka dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih interaktif dan partisipatif.
Guru juga harus didorong untuk dapat menggunakan sumber daya yang tersedia, termasuk teknologi, untuk memfasilitasi pembelajaran yang lebih kreatif, beragam dan menarik.
Jadi persiapan yang matang diperlukan baik bagi para siswanya maupun para gurunya. Kesiapan di salah satu pihak saja akan membuat program pembelanjaran mandiri ini timpang.
Tantangan lainnya berkaitan dengan penyusunan kurikulum yang mendukung konsep Merdeka Belajar serta penyediaan materi pembelajaran yang menarik dan relevan bagi siswa. Kurikulum dan materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan konsep pembelajaran
mandiri dan kebutuhan individu setiap siswa.
Di sini selain pentingnya peran kepala sekolah yang kompeten, penggunaan teknologi dapat
membantu perancangan kurikulum yang tepat, namun sekali lagi, efektivitasnya akan tergantung pada masukan yang diberikan oleh para gurunya serta kepemimpinan kepala sekolah. Tidak semua guru memiliki keterampilan untunk mengintegrasikan teknologi ke
dalam proses pembelajaran maupun pengelolaannya.
Oleh karena itu, tantangan terkait akses dan kesiapan teknologi perlu diatasi untuk memastikan semua siswa dan guru dapat memanfaatkan teknologi dengan baik.
Konsep pembelajaran seperti Merdeka Belajar ini juga menghadapi tantangan terkait dengan evaluasi dan penilaian hasil belajar. Sistem evaluasi harus dapat mencerminkan kemajuan belajar siswa secara mandiri dengan baik, Dalam ekosistem pembelajaran seperti ini diperlukan pula komunikasi yang efektif atara sekolah, guru dan orang tua guna memasitkan dukungan yang konsisten terhadap pembelajaran mandiri siswa di rumah.
Tantangan-tantangan ini memerlukan perencanaan dan implementasi yang matang agar konsep Merdeka Belajar dapat dijalankan dengan baik dan memberikan dampak positif terhadap pembelajaran siswa.
Dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sekolah, guru, siswa, dan orang tua, sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut.
Tidak kalah pentingnya adalah perlunya mendorong kolaborasi antara guru, siswa, dan orang tua. Dengan melibatkan semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan memerdekakan siswa secara lebih luas.
Comments