top of page

Impor Gula di Indonesia: Perjalanan Rumit dan Berliku

Gambar penulis: Bhimanto SuwastoyoBhimanto Suwastoyo

Meski memiliki lahan tebu yang luas serta banyak pabrik gula, Indonesia masih merupakan salah satu negara pengimpor gula mentah terbesar di dunia. Sebagai salah satu bahan pokok, importasi gula sangat diatur oleh negara namun birokrasi yang berbelit belit dan kebijakan yang kurang tepat menjadikan harga gula di Indonesia cukup mahal


Kasus dugaan korupsi yang melibatkan seorang mantan menteri terkait impor gula saat dia masih menjabat, telah membuka mata kita mengenai betapa rumitnya prosedur mengimpor komoditas manis ini di negara yang masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan gula domestiknya.


Menurut "Outlook Tebu 2023" Kementerian pertanian, produksi gula nasional sepanjang lima tahun mengalami kenaikan 2,73 persen per tahun hingga mencapai 2,41 juta ton di tahun 2022 sementara pemerintah memperkirakan kebutuhan gula konsumsi tahun 2022 mencapai 3,13 juta ton. Sehingga perlu mengimpor untuk mengisi kekurangan tersebut.


Tetapi gula kristal putih, yang biasa kita temukan di rak-rak supermarket atau di pasar hanya boleh diimpor oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki Angka Pengenal Importir Umum (API-U) dan mengantongi Persetujuan Impor dari menteri.


Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2020 mengatakan perusahaan swasta di Indonesia hanya boleh mengimpor dua jenis gula saja, yaitu gula kristal mentah yang akan diolah di dalam negeri menjadi gula kristal rafinasi dan gula kristal rafinasi yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi industri.


Importir gula swasta juga harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) serta, kecuali bagi mereka yang beroperasi di Kawasan Berikat, mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dari Kementerian Keuangan.


Perusahaan harus mengajukan permohonan persetujuan impor secara elektronik kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan melalui laman Inatrade. Permohonan ini harus disertai dengan dokumen-dokumen berikut:

  • NIB

  • Surat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian yang memuat data dan/atau keterangan mengenai jenis, volume, pos tarif/HS, negara asal, pelabuhan tujuan, dan masa berlaku rekomendasi atau periode kebutuhan produksi

  • Surat pernyataan yang menyatakan bahwa gula yang diimpor tidak akan dijual di pasar dalam negeri dan akan digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi sendiri

  • Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atas produk yang menggunakan gula impor sebagai bahan baku atau bahan penolongnya, bagi perusahaan yang telah mendapatkan persetujuan impor sebelumnya


Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan kemudian akan menerbitkan persetujuan impor dengan menggunakan tanda tangan elektronik.


Gula impor juga masih harus diperiksa Bea Cukai untuk memastikan kepatuhan terhadap standar kualitas dan regulasi yang berlaku. Penggunaan pun harus sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan dalam persetujuan impor, yaitu sebagai bahan baku untuk proses produksi sendiri dan tidak dijual di pasar dalam negeri.


Walaupun diciptakan untuk melindungi produsen dalam negeri, kebijakan-kebijakan ini juga dapat membatasi ketersediaan gula impor dan mengakibatkan naiknya harga gula di dalam negeri. Kuota impor dan tarif dapat secara serius membatasi jumlah gula yang diimpor serta meningkatkan harganya. Kebijakan yang ada juga dapat menciptakan ketidakpastian dan menghalangi kemampuan perusahaan swasta untuk mengamankan pasokan yang mencukupi dengan tepat waktu.


Birokrasi yang pelik terkait penerbitan izin impor dan proses bea cukai dapat menghambat kelancaran proses impor. Prosedur yang berliku-liku dan banyak memakan waktu, serta regulasi, definisi dan persyaratan, yang kadang tidak jelas atau tidak konsisten, dapat mengakibatkan keterlambatan, biaya tambahan dan juga membuka potensi celah hukum.


Sementara itu, pengendalian harga oleh pemerintah untuk menstabilkan pasar domestik, dapat mendistorsi sinyal pasar, menghambat investasi dalam industri gula dan membatasi kemampuan importir menegosiasikan harga yang baik dengan pemasok asingnya.


Agar impor gula efisien, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap proses impor gula untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.  Diperlukan juga sistem yang transparan dalam pemberian izin impor, sehingga semua pihak dapat memantau dan memastikan tidak ada praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang.


Pemerintah juga sebaiknya mendiversifikasi sumber impor gulanya dan juga menjalin perjanjian perdagangan dengan negara-negara penghasil gula untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif dan stabil.


Tak kalah penting adalah meningkatkan infrastruktur pelabuhan untuk mempercepat proses bongkar muat gula impor sehingga dapat menekan biaya logistik dan waktu pengiriman, serta menggunakan teknologi informasi untuk memantau dan mengelola proses impor secara real-time, termasuk dengan sistem pelacakan digital.

 

Kemitraan dengan sektor swasta juga perlu didorong dalam proses impor gula, termasuk kerjasama dalam hal logistik, distribusi, dan penyimpanan gula, serta memberikan insentif kepada perusahaan swasta, seperti pengurangan pajak atau subsidi, untuk mendorong partisipasi aktif mereka dalam impor gula.


Investasi di sektor pertanian tebu diperlukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas gula lokal sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada impor, termasuk dengan penyediaan bibit unggul, pelatihan bagi petani, dan dukungan teknologi. 


Juga perlu revitalisasi pabrik gula yang ada, yang umumnya sudah tua,  untuk meningkatkan kapasitas produksi dan efisiensi operasional.


Dengan mengambil langkah-langkah ini, pemerintah Indonesia dapat mencapai impor gula yang lebih efisien, menjaga stabilitas pasokan dan harga, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.


Comments


Commenting has been turned off.
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page