Untuk mendorong transformasi ekonomi digital Indonesia yang berkelanjutan, pemerintah perlu mengedepankan upaya koregulasi (co-regulation) dengan melibatkan semua pihak melalui pembagian peran dan tanggung jawab dalam perumusan dan implementasi kebijakan.
“Pendekatan koregulasi untuk ekonomi digital dapat memastikan tersedianya data dan pengetahuan yang diperlukan negara dari lintas sektor, menciptakan mekanisme dialog dan juga memungkinkan adaptasi yang fleksibel dalam ekonomi digital yang cepat berubah seiring perkembangan inovasi,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan.
Koregulasi memberikan wewenang kepada pihak-pihak non-pemerintah yang terlibat untuk membuat peraturan sesuai dengan kewenangannya. Namun implementasinya tetap dibawah pengawasan pemerintah. Inilah yang membedakannya dari public private dialogue yang hanya sebatas dialog yang melibatkan semua pihak.
Koregulasi membutuhkan komitmen pada sebuah kerangka peraturan yang jelas dan holistik yang melibatkan ragam pemangku kepentingan dalam memformulasinya, agar menghindari tumpang tindih maupun ketidakjelasan arah pembangunan ekonomi digital.
Selain pembagian tanggung jawab antara publik dan swasta secara formal, para pelaku bisnis dan asosiasi juga perlu dilibatkan dalam implementasi regulasi, untuk membantu memastikan regulasi tetap dapat ditegakkan tanpa menghambat proses inovasi.
Penggunaan regulatory sandbox adalah contoh praktis dan positif dari proses semacam itu. Proses ini memberikan ruang bagi pembuat kebijakan dan pelaku bisnis untuk terlibat dalam proses penemuan ide dan eksperimen dalam kerangka peraturan atau hukum yang bersifat sementara sekaligus fleksibel.
Pemantauan dan evaluasi diperlukan untuk meninjau secara berkala proses koregulasi dan memastikan bahwa semua pelajaran yang didapat terekam dan transparan. Diperlukan juga jaminan keamanan ekosistem digital bagi penggunanya.
Penelitian CIPS tahun 2021 menunjukkan, pemerintah dapat fokus pada empat bidang kebijakan ekonomi digital, yaitu perlindungan konsumen, privasi data, keamanan siber dan pembayaran elektronik, untuk memastikan inklusivitasnya.
Kerangka peraturan perlindungan konsumen yang ada belum dapat mengakomodir model bisnis yang muncul, malah sebaliknya menghambat bisnis, misalnya dengan adanya persyaratan perizinan bagi penjual online. UU Perlindungan Konsumen, perlu ditinjau kembali, khususnya yang terkait transaksi digital dan hak masyarakat di era digital.
Pelanggaran data dan kejahatan siber yang semakin sering terjadi telah menunjukkan pentingnya urgensi perlindungan privasi data dan keamanan siber dengan mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi yang selama ini tertunda.
Koregulasi dan perlindungan konsumen merupakan dua dari banyak topik menarik yang akan dibahas di dalam DigiWeek 2022, konferensi ekonomi digital tahunan CIPS yang akan berlangsung pada 27-28 Juli.
Comments