Indonesia perlu mengambil langkah-langkah untuk mempersempit jurang digital yang ada antara wilayah perkotaan dan pedesaan agar memungkinkan tercapainya ekonomi digital yang inklusif yang dicita-citakannya.
Indonesia telah mengalami kemajuan yang berarti dalam perjalanannya menuju ekonomi digital, namun transformasi ini terhambat masih menganganya jurang digital sehingga perlu strategi yang tepat untuk menjembataninya dan mendorong akses kepada teknologi yang lebih merata.
Langkah-langkah penting telah diambil, seperti inisiatif pemerintah untuk memperluas infrastruktur, termasuk dengan membangun jaringan pita lebar dan penggunaan teknologi satelit, serta program-program literasi digital. Namun jurang digital tetap menjadi tantangan
yang rumit bagi sebuah transformasi digital Indonesia yang inklusif.
Mengingat luas dan keunikan topografi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, membangun infrastruktur fisik internet yang dapat menghubungkan semua daerah menjadi pekerjaan yang tidak saja sulit secara logistik maupun teknik tetapi juga sangat mahal.
Kolaborasi pemerintah dan swasta, khususnya operator seluler dan penyedia jasa internet, karenanya menjadi salah satu fondasi penting untuk menyukseskan transformasi digital yang dapat memberikan dampak ekonomi yang positif.
Karena itu mendorong kemitraan antara pemerintah dan swasta, atau pendekatan yang dikenal sebagai Public-Private Partnerships (PPPs) menjadi masuk akal untuk mengatasi jurang digital serta mendorong pembangunan digital yang inklusif.
Jurang digital pertama adalah belum meratanya distribusi akses internet antara kota-kota besar dan daerah pedesaan. Indonesia perlu fokus untuk memperluas jaringan infrastrukturnya ke daerah-daerah yang kini belum terlayani dengan baik, sementara tetap memastikan keterjangkauan serta keandalan konektivitasnya.
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), tingkat penetrasi internet pada 2024 mencapai 79,5 persen dari total populasi nasional dengan penetrasi paling rendah di Pulau Sulawesi, yakni 68,35 persen, diikuti Maluku dan Papua 69,91 persen.
Pulau Jawa yang menjadi wilayah dengan penetrasi internet tertinggi pada 2024, masih berada pada 83,64 persen.
Jurang yang kedua adalah masalah sumber tenaga kerja yang mampu dan terampil di bidang digital. Perlu meningkatkan investasi dalam pendidikan dan tenaga pendidikan untuk
mengisi posisi-posisi di bidang informasi, komunikasi dan teknologi (ICT).
Menurut Bank Dunia dan McKinsey Indonesia, diperkirakan Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital atau tenaga kerja digital pada 2030.
Jika dirata-rata, kebutuhan talenta digital ini mencapai 600 ribu orang per tahun, namun kapasitas perguruan tinggi di Indonesia hanya mampu menghasilkan 100,000 hingga 200,000 per tahunnya.
Termasuk dalam hal ini adalah perlunya mendorong lebih banyak kaum perempuan untuk mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, enjinering dan matematik (STEM).
Tingkat kapasitas sumber daya manusia di bidang teknologi informasi saat ini umumnya masih ditandai dengan literasi digital dasar tetapi keterampilan teknis terbatas.
Yang juga masih diperlukan adalah membangun kepercayaan akan sistem pembayaran digital supaya penggunaannya dapat diperluas. Hal ini akan mendidik pengguna mengenai langkah-langkah keamanan, mendorong transparansi serta memastikan layanan keuangan yang handal bagi semua kalangan dalam masyarakat.
Indonesia seharusnya juga menerapkan kebijakan yang dapat menyiapkan daerah-daerah tertinggal untuk digitalisasi seperti dengan memperbaiki logistik, meningkatkan investasi dalam keterampilan digital serta mendorong rangkaian kemampuan yang luas untuk menyuburkan tumbuhnya ekonomi digital.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan akan segera menuntaskan pembangunan akses internet dan base transceiver stations (BTS) agar target konektivitas digital di semua desa di Indonesia dapat direalisasikan tahun 2025 .
Jurang digital yang ada menyebabkan mereka yang tanpa akses internet atau memiliki akses
terbatas, menjadi kehilangan kesempatan untuk menikmati peluang layanan pendidikan daring, e-commerce, maupun layanan dasar yang kini semakin menggunakan internet.
APJII dalam sebuah surveinya mengungkap bahwa jumlah penduduk Indonesia yang masih belum tersentuh internet pada 2024 ada sebanyak 57 juta jiwa atau sekitar 20 persen dari total 280 juta penduduk Indonesia.
Jurang ini juga memperkuat disparitas sosial maupun ekonomi yang sudah ada. Jutaan orang masih tidak memiliki akses internet, terutama di daerah-daerah pedesaan di luar pulau Jawa dan Bali serta di wilayah timur Indonesia.
Pengembangan infrastruktur yang tidak merata menimbulkan mutu internet yang tidak stabil, dengan kecepatan yang lebih rendah di daerah-daerah dengan populasi yang rendah.
Banyak orang Indonesia masih memiliki keterampilan yang rendah untuk mengarungi internet dengan percaya diri dan secara aman, sehingga menghindari mereka menarik manfaat dari internet.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, angka indeks literasi digital Indonesia tahun 2023 berada di 3,65 persen dari skala 5 persen atau setara dengan tingkat sedang.
Literasi digital memiliki empat dimensi yaitu keterampilan digital, etika digital, kebudayaan
digital serta keamanan digital.
Secara ekonomi literasi digital bermanfaat untuk peningkatan kompetensi tenaga kerja, partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kegiatan berbasis ekonomi digital dan mewujudkan
inklusi digital.
Untuk membantu Indonesia mempersempit jurang digital yang ada dan menciptakan masyarakat digital yang lebih inklusif, diperlukan pendekatan yang komprehensif, yang menggabungkan pengembangan infrastruktur, keterampilan tenaga kerja, literasi, serta kebijakan yang terarah.
Mengatasi tantangan-tantangan yang ada akan membutuhkan pendekatan multidimensi secara berkelanjutan agar dapat memastikan bahwa semua penduduk Indonesia memiliki akses serta manfaat koneksi internet yang baik, cepat, dan dapat diandalkan.
Comments