Tambahan anggaran sebesar Rp 10,4 triliun yang didapatkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) perlu memprioritaskan peningkatan kompetensi guru, peningkatan kapasitas manajerial kepala sekolah dan pembangunan sarana serta prasarana pendidikan.
“Prioritas peningkatan kompetensi ini tidak hanya terbatas pada pencapaian sertifikasi minimum S1/D4, sebagaimana tercantum pada Pasal 9 UU Guru & Dosen. Tetapi juga mencakup alokasi anggaran pelatihan pedagogik untuk mendukung kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran berpusat pada siswa. Sebaiknya, anggaran ini difokuskan pada realisasi di daerah-daerah yang membutuhkan,” ungkap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sharfina Indrayadi.
Sharfina menyebut, tiga hal ini sangat penting untuk diprioritaskan untuk meminimalkan dampak learning loss atau hilangnya kemampuan siswa akibat disrupsi pada pembelajaran selama pandemi Covid-19.
Prioritas pertama adalah peningkatan kompetensi guru. Pada tahun 2022, meskipun ada sekitar 3 juta guru di Indonesia dengan rasio guru-murid yang ideal (1:17), masih terdapat ketimpangan dalam kualitas guru. Dari jumlah tersebut, masih ada 1,6 juta guru yang belum tersertifikasi.
Alokasi anggaran untuk pelatihan dan sertifikasi guru sangat penting untuk memastikan bahwa seluruh tenaga pendidik memiliki kompetensi yang memadai.
Selama ini, hasil UKG (Uji Kompetensi Guru) yang rata-rata masih di bawah 60% menunjukkan masih banyak guru memerlukan peningkatan keterampilan pedagogi dan teknis. Dengan demikian, fokus pada peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan berkelanjutan dan percepatan sertifikasi akan memastikan pendidikan yang lebih berkualitas bagi siswa.
Sharfina menambahkan, peningkatan kompetensi guru juga penting untuk membantu mereka beradaptasi dengan inisiatif pendidikan yang mandiri dan fokus pada kebutuhan siswa, misalnya Merdeka Belajar.
Sementara itu, peningkatan kapasitas manajerial kepala sekolah juga penting mengingat sistem pendidikan di Indonesia dijalankan secara desentralisasi. Pandemi Covid-19 sudah menunjukkan kepala sekolah perlu merespons sesuatu dengan cepat dan adaptif.
Sistem desentralisasi di Indonesia memberi kepala sekolah wewenang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri. Kepala sekolah bertanggung jawab atas perencanaan pembelajaran, pengelolaan anggaran, diversifikasi sumber dana dan evaluasi sekolah.
Namun, kewenangan ini tidak efektif jika kepala sekolah tidak memiliki keterampilan yang memadai, terutama dalam manajemen, melakukan pengawasan pembelajaran, soft skills dan entrepreneurship. Permendikbud No. 13/2007 sudah menetapkan lima kompetensi terkait hal ini.
Sementara itu, terkait sarana dan prasarana, Sharfina mengatakan, Indonesia membutuhkan alokasi dana yang signifikan untuk membangun dan memperbaiki fasilitas fisik sekolah di daerah tertinggal. Ini mencakup pembangunan ruang kelas, akses air bersih, toilet dan sanitasi serta fasilitas pendukung lainnya seperti laboratorium, perpustakaan, dan sarana olahraga.
Bahkan di banyak wilayah tertinggal, fasilitas dasar seperti ketersediaan listrik seringkali berada dalam kondisi yang sangat terbatas atau tidak memadai, yang menghambat proses belajar-mengajar secara efektif.
“Pembangunan sarana dan prasarana bisa diprioritaskan pada daerah 3T dan daerah tertinggal untuk memastikan mereka bisa mengejar ketertinggalan dan berbenah tanpa ada halangan sarana prasarana yang mendasar,” tegasnya.
Selain meminimalisir dampaklearning loss, prioritas ini juga diperlukan untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih resilien. Pandemi Covid-19 sudah menunjukkan keragaman lanskap pendidikan Indonesia dengan berbagai permasalahannya, menekankan perlunya tata kelola pendidikan yang berfokus pada kesiapan guru hingga dukungan sarana prasarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih tangguh.
Comments