Penggunaan education technology atau edctech pada sistem pendidikan nasional merupakan bentuk adaptasi terhadap disrupsi dan bentuk dorongan supaya sistem pendidikan menjadi lebih resilien.
“Kita perlu mengambil pelajaran dari pembelajaran jarak jauhan menerapkannya ke sistem pendidikan formal. Pandemi sudah menunjukkan sistem pendidikan kita begitu rentan dan perlu ada bentuk adaptasi,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira.
Ia melanjutkan, penggunaan edtech juga merupakan upaya untuk menciptakan ekonomi digital yang inklusif dengan memastikan siswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan kompetensi digital dan meningkatkan literasinya.
Penggunaan edtech direspons pemerintah, salah satunya, melalui program Laptop Merah Putih. Keluarnya Perpres No.37/2018 yang memasukkan kembali TIK ke dalam kurikulum nasional, yang mewajibkan mulai dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), memberikan lebih banyak kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi teknologi.
Latasha menambahkan, selain siswa, kita juga harus memastikan bahwa guru dan orang tua juga turut berperan dalam penggunaan edtech karena pada gilirannya, mereka mendukung, membimbing dan memimpin pembelajaran digital dan literasi siswa.
Untuk itu, salah satunya, para guru juga perlu mendapatkan pelatihan TIK. Memperluas pelatihan kepada guru di sekolah formal dapat menguntungkan karena guru dapat meningkatkan keterampilan digital mereka dan mendorong pembelajaran edtech yang lebih inovatif kepada siswa.
Latasha melanjutkan, penting diingat banyak guru masih menghadapi tantangan dalam menangani tanggung jawab mengajar mereka. Para guru sering ditugasi untuk melakukan segudang tugas mulai dari membuat RPP, membimbing siswa, menilai tugas, mengelola dana BOS, mengumpulkan uang sekolah dan tugas administrasi lainnya.
Artinya, pemberian pelatihan peningkatan kapasitas tidak akan cukup. Guru harus termotivasi untuk mengembangkan kompetensi digital mereka dan merasa didukung sepanjang pengembangan keterampilan baru ini.
“Hal ini dapat dicapai dengan upaya sosialisasi yang ditargetkan tentang bagaimana penggunaan teknologi dapat mendigitalkan proses persaingan tugas mereka, sehingga berpotensi membantu meringankan sebagian beban kerja mereka,” urainya.
Namun, tetap penting untuk tidak melupakan keterbatasan struktural pembelajaran jarak jauh. Penetrasi pasar edtech sebagian besar terkonsentrasi di Jawa yang mencerminkan lanskap digital yang tidak merata di Indonesia.
Mayoritas penduduk masih belum memiliki akses internet yang terjangkau dan memadai yang dapat mendukung pembelajaran online.
Adopsi konsep ini dalam pendidikan formal harus dibarengi dengan kemajuan pemerataan konektivitas internet di seluruh nusantara sehingga sekolah memiliki insentif untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam ekosistem pendidikannya.
Tidak adanya konektivitas yang baik dalam jangka panjang akan menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan digital, membatasi daya saing siswa dan menutup peluang ekonomi.
Bersama dengan pembelajaran tatap muka, adopsi edtech diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran secara keseluruhan bagi siswa, guru, dan bahkan orang tua. Kita juga harus mengatasi masalah ini secara holistik dan mendukung semua pemangku kepentingan di setiap langkah untuk meningkatkan integrasi edtech dari produk, platform, dan layanan ini ke dalam pendidikan formal.
Adopsi edtech pada sektor pendidikan merupakan salah topik yang akan dibahas dalam DigiWeek 2022. Sukses menggelar dua DigiWeek berturut-turut, CIPS kembali hadir dengan DigiWeek 2022 dengan membawa sejumlah topik menarik dan juga narasumber yang sudah tidak asing lagi pada konferensi yang akan digelar pada 27-28 Juli 2022 mendatang.
留言